Sedikit sekali orang yang bisa memahami keadaan seseorang
atau keadaan sekitarnya, jika ia tidak terjun langsung atau mengalami
apa yang dirasakan dalam kehidupan yg ada d sekitarnya. 9 mahasiswa inerie atas inisiatif sndiri,membuktikan hal ini ketika mereka melakukan pendakian ke puncak Gunung batur pada medio agustus 2011.Sebagai Tujuan untuk memperingati hari proklamasi 17 agustus,serta membawa misi pribadi mengibarkan bendera merah putih dan bendera Inerie,para pengiila alam ini mulai melakukan perjalanan dari denpasar - gianyar- kintamani dengan mengendarai sepeda motor masing2..
Kegiatan ini diawali dengan pembuatan kemah dan persiapan pendakian di bawah kaki gunung,karna pendakian yg sebenarnya akan dilakukan pada pagi subuh pkul 04.00..
Untuk mencapai puncak batur dbutuhkan waktu dua stengah jam lebih dengan mengikuti jalur toyah bungkah,jalur yg sering digunakan oleh pendaki pada umumnya dengan melewati 4 pos peristirahatan.Pukul 06.15,,mereka tiba pada puncak ketinggian sembari munculnya sunset di kejauhan..sungguh suatu usaha yang membahagiakan..
Hanya sebagian saja yang menatap mereka dengan mata
berbinar menyiratkan kekaguman, sementara mayoritas lainnya lebih
banyak menyumbangkan cibiran, bingung, malah bukan mustahil kata sinis
yang keluar dari mulut mereka, sambil berkata dalam hatinya, “buat apa
cape – cape naik Gunung. Nyampe ke puncak, turun lagi…mana di sana
dingin lagi, hi…!!!!!!!”..Tapi tengoklah ketika mereka memberanikan diri bersatu
dengan alam dan dididik oleh alam. Mandiri, rasa percaya diri yang
penuh, kuat dan mantap mengalir dalam jiwa mereka. Adrenaline yang
normal seketika menjadi naik hanya untuk menjawab golongan mayoritas
yang tak henti – hentinya mencibir mereka. Dan begitu segalanya
terjadi, tak ada lagi yang bisa berkata bahwa mereka adalah pembual
!!!!!,
Dan menjadi salah satu dari mereka bukanlah hal yang
mudah. Terlebih lagi pandangan masyarakat yang berpikiran negative
terhadap dampak dari kegiatan ini. Apalagi mereka sudah menyinggung
soal kematian yang memang tampaknya lebih dekat pada orang – orang yang
terjun di alam bebas ini. “Mati muda yang sia – sia.” Begitu komentar
mereka saat mendengar atau membaca anak muda yang tewas di gunung.
Padahal soal hidup dan mati, di gunung hanyalah satu dari sekian
alternative dari suratan takdir.
Tidak di gunung pun, kalau mau mati ya matilah…!!!
Kalau selamanya kita harus takut pada kematian, mungkin kita tidak akan mengenal Columbus penemu Benua Amerika.
Ya, menghargai hidup adalah salah satu hasil yang
diperoleh dalam mendaki gunung. Betapa hidup itu mahal. Betapa hidup
itu ternyata terdiri dari berbagai pilihan, di mana kita harus mampu
memilihnya meski dalam kondisi terdesak.
siapapun orangnya yang berpendapat bahwa kegiatan ini
hanya mengantarkan nyawa saja, bahwa kegiatan ini hanya sia – sia
belaka, tidak ada yang menaifkan hal ini.
Mereka cuma tak paham bahwa ada satu cara di mana mereka tidak bisa
merasakan seperti yang dirasakan oleh para petualang ini, yaitu
kemenangan saat kaki tiba pada ketinggian.
Selamat kpada 9 mahasiswa inerie..kalian tekah mengajarkan menghargai hidup adalah salah satu hasil yang diperoleh dalam
mendaki gunung. Betapa hidup itu mahal. Betapa hidup itu ternyata
terdiri dari berbagai pilihan, di mana kita harus mampu memilihnya meski
dalam kondisi terdesak..
"jangan takut pada ketinggian sbuah gunung,,karna jika kau tiba pada puncaknya maka kau akan merasakan betapa rendahnya gunung ini dibawah pijakan kakimu...!!", saaallluuuttt......hehehe
1 komentar:
salut sama teman-teman ,, salam kenal, saya wili asal ruteng.
Posting Komentar